Jumat, 17 Mei 2013

Limabelas Tahun Kejatuhan Soeharto

15 Tahun kejatuhan Soeharto dan Era Reformasi
MERDEKA.COM. Selasa 21 Mei besok genap 15 tahun rezim Soeharto tumbang. Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan kala itu dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, BJ Habibie.
15 Tahun kejatuhan Soeharto dan era reformasi
Tumbangnya Soeharto menjadi babak baru dimulainya orde reformasi di Indonesia yang telah berjalan hingga saat ini. Namun setelah 15 tahun berjalan, bagaimana kondisi reformasi dewasa ini? 15 Tahun berlalu, benarkah rakyat sudah sejahtera dan lebih baik dari rezim Soeharto?

Banyak yang menyebut selama rezim Soeharto yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya kepemimpinan suami Raden Ayu Siti Hartinah di Indonesia.

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter.

Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam pada kepemimpinan Soeharto. Pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Pada 17 Maret 1998, Soeharto juga mengumumkan bahwa seluruh gaji dan tunjangannya akan disumbangkan. Soeharto juga meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka untuk mengatasi krisis moneter. Namun gelombang penolakan terhadap Soeharto terus membesar.

Menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003. Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, suami Ibu Tien ini sudah menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata.

Kala itu, tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi periode yang teramat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Saat itu aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri. Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Trisaksi, Jakarta menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan artileri serta berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat strategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.

Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televisi, dan surat kabar. Tewasnya keempat mahasiswa seakan menjadi pemantik suatu peristiwa yang lebih besar.

Kamis, 14 Mei 1998, ibu kota negara dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk mengikuti Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15.

Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi dengan unsur pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR. Dua hari setelahnya atau tanggal 20 Mei 1998, sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri ini.

Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden. Presiden Soeharto lengser tepat 21 Mei 1998. Tepat pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan ke seantero penjuru negeri bahwa dirinya berhenti dari jabatannya sebagai presiden. Layar kaca televisi saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran dirinya.

Kini 15 tahun reformasi telah bergulir. Namun suara-suara sumbang yang merindukan sosok pemimpin seperti Soeharto kembali muncul. Rasa aman, nyaman yang semakin mahal menjadi salah satu tunas munculnya suara tersebut.

Berbagai kasus kekinian yang terjadi membuat orang mulai membandingkan zaman Soeharto dengan zaman reformasi yang sudah berjalan 15 tahun ini. Bahkan sindiran 'Enak zaman ku tho' dengan gambar Soeharto tersenyum mulai banyak muncul. Benarkan di era Soeharto, lebih baik dibanding era saat ini?

Ketika banyak preman bermunculan dan berani membunuh aparat, masyarakat kembali merindukan sosok ketegasan Soeharto. Penembak misterius yang dianggap melanggar HAM kini mulai hangat diperbincangkan sebagai jawaban untuk memberantas premanisme.

Merdeka.com hari ini akan mengulas habis seputar 15 tahun kejatuhan Soeharto dan perjalanan era reformasi. Selamat membaca.
Sumber: Merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar