Sabtu, 29 November 2014

Minggu, 09 November 2014

Sosok Menteri Susi Pudjiastuti

Andai Susi adalah sebuah produk..!
Merdeka.com - Di antara 34 menteri yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, tiba-tiba ada satu magnet kuat sebelumnya tidak begitu menonjol. Sosoknya menarik perhatian banyak orang. Wartawan pun memburunya. Dan, kini dia resmi menyandang status "media darling" karena jadi pembicaraan khalayak.
Tak pelak, Susi Pudjiastuti - yang mendapat kepercayaan memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan - adalah sosok menarik perhatian itu.

Mengapa dia bisa begitu menyita perhatian (point of attention) sampai seolah menenggelamkan tokoh-tokoh beken lainnya di kabinet. Misalnya Anies Baswedan yang smart, Rini Soemarno yang diterpa isu miring, Ignasius Jonan sang penyulap performa PT KAI, atau bahkan Khofifah Indar Parawansa yang muslimah cerdas sekaligus talkative.

Ya, Susi tiba-tiba menyeruak diantara nama beken di atas, karena dia tampil sebagai sosok menteri yang di luar pikiran atau ekspektasi kebanyakan orang. "She is beyond and special," kata media asing.
Selama ini menteri identik dengan tokoh berpendidikan tinggi, panutan, jaga image (jaim), dan bahasanya hati-hati atau tertata penuh teori. Semua pakem itu, ditabrak oleh Susi. Dia hanya lulusan SMP (SMA jebol), merokok pas diwawancara di pojok istana, punya tato di kaki, bicaranya lepas tanpa tedeng aling-aling, dan terang-terangan single parent nikah lebih dari sekali.

Karena citra antitesis itulah, maka wartawan melihatnya memiliki nilai berita: unik. Sementara orang yang berpandangan normatif, mem-bully Susi. Bahkan seorang guru besar yang belum tahu bagaimana Susi akan bekerja dan tanpa tahu sejauh mana kemampuan implementasinya, sudah mengkritisi Susi tidak layak jadi menteri!

Kolom inspira kali ini tidak melihat Susi dari soal kementerian dan bagian dari politik. Namun, melihat sisi lain (insight) seorang Susi dari sisi produk dan muatan-muatan pesan yang dibawanya.
Dengan fakta-fakta merokok, tato, suara seperti pria, pendidikan tidak tinggi, jujur apa adanya, tentu saja sudah memenuhi syarat produk: Susi itu unik dan beda (differentiation & uniqueness). Mohon maaf, mengumpamakan menteri sebagai produk bukan untuk merendahkan, tapi menempatkan sosok menteri yang satu ini sebagai sebuah model.

Selain keunikan dan beda dari yang lain itu, Susi memiliki nilai-nilai di baliknya. Sukses dia menjadi pedagang hasil tangkapan ikan para nelayan yang bernilai ratusan miliar per bulan, memberi bobot tersendiri bahwa Susi memang bernilai.
Dia layak diteladani semangat bisnisnya, kecanggihannya mengelola usaha dari gaya "bakulan", sampai jadi industri yang melibatkan ratusan orang dan menjadi faktor penting dalam jaringan pemasok (supply chain) usaha resto seafood di kota-kota besar. Kalau sudah industri, pasti pola kinerja manajerialnya tidak sembarangan.

Selain sukses di bisnis perikanan, Susi juga sukses di bisnis penerbangan. Dia tidak mengambil porsi bisnis di ceruk yang umum (mass carrier) seperti Garuda, Lion, atau Airasia. Susi Air mengambil ceruk carter dan penerbangan perintis (istilah untuk landasan kecil/pendek). Prestasi yang dibanggakan Susi justru ketika nekat mendaratkan pesawat pertama di Meulebouh Aceh dengan logistik untuk membantu korban tsunami.

Namun demikian, sukses tersebut masih saja dipertanyakan apakah mampu dia memimpin kementerian yang menjadi andalan dan di dalamnya sudah banyak orang hebat bergelar mentereng. Lagi-lagi, Susi membuat banyak orang terkesima. Dia memulai memimpin rapat kementerian, menjelaskan target-targetnya, cara kerja yang semestinya, me-review kinerja yang ada.
Saat rapat banyak memakai bahasa Inggris, menghitung dengan teliti profit and losslalu mengubah pola pikir sebagai pelayan yang semestinya, dan harus efisien dengan hasil tangkap maksimal.
Misalnya, soal subsidi kapal setelah dihitung, bila dioptimalkan pendapatan kapal tangkap setahun dari 30 unit yang selama ini hasilnya cuma Rp 300 miliar/tahun menurutnya bisa menghasilkan Rp 6 triliun/tahun.

Sebagai produk, Susi seolah telah sukses menjadi "gangguan" (disruptive) yang berarti di antara produk-produk kementerian yang lain. Sehingga, cerita apapun tentang Susi, seperti halnya cerita apapun tentang Apple atau Samsung, yang selalu ditunggu pelanggannya. Baik yang pro maupun yang kontra. Sebab, telah mewakili contoh-contoh jagoan, dari seorang zero menjadi hero.
Orang tidak sekolah tinggi tapi suksesnya terbukti. Mungkin dia bukan tipe orang yang mengandalkan teori (hafalan) tapi kuat secara praktek/praktis (amalan). Apalagi dia bilang akan membagikan semua gajinya untuk nelayan miskin. Kian menambah nilai dirinya.

Maka, tak heran wartawan pun memburunya. Seolah mewakili pelanggan (pembaca) yang menunggu fitur-fitur produk lainnya dari sebuah Susi yang tiba-tiba naik kelas dari sekadar peoduk jadi sebuah brand yang kuat. Cerita tentang bagaimana Susi menggendong nenek-nenek dari landasan di kampung (mungkin di Meulebueh Aceh) bagaikan fitur baru dari brand Susi yang digandrungi masyarakat. Produk Susi ditambah packaging manis dengan munculnya Nadine, anaknya yang cantik sekolah di Amerika, kian menarik.
Apapun tentang Susi dan sekitarnya menghasilkan effect WOW karena marketing model WOM (words of mouth) atau cerita dari mulut ke mulut setelah Nadine comment di blog Kaesang (anak Jokowi), dan Kaesang takut macari Nadine karena anaknya menteri. Peran media sosial mempercepat proses popularitas.

Susi dalam insight kami, tidak hanya sebagai menteri. Tetapi dia adalah sebuah produk bahkan brand andalan Jokowi. Karakternya kuat dan kelihatan. Selama hasilnya konsisten, maka produk/brand tersebut beserta fitur turunannya akan layak jual. Selalu ditunggu. Namun demikian, dari semua itu, tentu yang tak kalah penting adalah hasil akhir: Keberhasilan kinerja kementerian yang dipimpinnya. ***

*) Penulis adalah COO KLN (KapanLagi Network)/merdeka.com, Sekjen APJII, co-founder Binokular Media Monitoring