Kamis, 31 Oktober 2013

Pemilihan langsung hasilkan pemimpin daerah payah

MERDEKA.COM. Sejak awal reformasi, pemerintah membuka keran otonomi daerah seluas-luasnya. Tetapi hasilnya tidak memuaskan. Otonomi daerah digagas pada 1999 dinilai gagal menyejahterakan rakyat. Ratusan triliun duit rakyat hanya habis untuk pesta politik elite daerah.

Pemilihan kepala daerah secara langsung dianggap mendistorsi keberadaan otonomi daerah. "Hasil pilkada langsung itu tidak memberikan yang terbaik kepada rakyat. Akibatnya, kebijakan dibuat tidak langsung berdampak pada rakyat, hanya prioritasnya mereka (elite), kata salah satu penggagas otonomi daerah Ryaas Rasyid saat berbincang dengan merdeka.com di Menara Global, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Berikut petikan wawancara Alwan Ridha Ramdani dengan mantan menteri di era Abdurahman Wahid ini.

Kenapa otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah langsung tidak bisa menyejahterakan masyarakat?

Dalam persepsi masyarakat, nasib mereka tergantung bagaimana pemerintah membuat kebijakan menyentuh mereka secara langsung, menciptakan suatu suasana memungkinkan mereka bisa berkembang sendiri, itu saja intinya. Ada kebijakan menyentuh mereka, ada suasana politik dan ekonomi tercipta di mana keinginan mereka ini tersalurkan.

Suasana itu belum terjadi selama otonomi daerah berlangsung?

Kalau ekonominya seperti ini tidak mampu menciptakan lapangan baru, infrastruktur lemah, politiknya hiruk pikuk, ya masyarakatnya frustasi.

Apakah ini tidak terjadi karena pemerintah daerah kemampuannya terbatas?

Bukan hanya pemerintah daerah, pemerintah secara keseluruhan. Pemerintah daerah itu terbatas kemampuannya. Pemerintah daerah paling membangun sektor-sektor tertentu dari anggaran tersedia. Soal keamanan tanggungannya polisi, kan begitu. Untuk harmononi sosial ini banyak yang bermain bukan hanya pemerintah daerah, unsur-unsur masyarakat, partai politik, dan segala macem.

Artinya harus ada kaji ulang otonomi daerah?

Jadi memang secara keseluruhan ini mesti dikaji. Cuma memang kalau anda kembali pada otonomi, faktor otonomi menentukan. Memang pimpinan daerah lagi payah. Hasil pilkada langsung itu tidak memberikan yang terbaik pada rakyat. Akibatnya, kebijakan dibuat tidak langsung berdampak kepada rakyat, hanya prioritasnya mereka.

Apa karena otonomi baru sekadar politik, untuk keuangan atau fiskal tidak?

Otonomi keuangan ada walau terbatas, disentralisasi fiskal ini ada kewenangan daerah untuk menciptakan sumber-sumber keuangan baru tidak bertentangan dengan undang-undang. Ada subsidi besar pemerintah ke daerah, ada proyek besar. Masalahnya masih kurang dari segi volume dan sasarannya tidak pas.

Ini karena pemerintah daerah tidak punya visi jangka panjang?

Tidak punya. Di samping terbatasnya anggaran, juga kepentingannya adalah kepentingannya. Tidak ada kepala daerah berpikir buat proyek untuk kemaslahatan masyarakat jangkauannya melebihi lima tahun. Dia ingin hasil kerjanya langsung ketahuan dalam lima tahun karena dia ingin dipilih kembali.

Hasil musyarawah rencana pembangunan (musrenbang) tidak bisa dilaksanakan?

Itu tidak ada pengaruhnya secara signifikan. Musrenbang hanya menampung aspirasi. Tapi kemudian akan terkendala inplementasinya pada dua hal: anggaran terbatas dan kepentingan pengambil keputusan.

Masyarakat mengusulkan yang diinginkan masyarakat, tapi pengambil keputusan memutuskan yang ada dampaknya pada keterpilihan buat periode berikutnya. Yang diutamakan yang bisa membuat masyarakat memilih dia kembali.

Biodata

Pemilihan langsung hasilkan pemimpin daerah payah 
Nama:
Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid

Tempat dan Tanggal Lahir:
Gowa, Sulawesi Selatan, 17 Desember 1949

Pekerjaan:
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010-sekarang)
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Persatuan Nasional (2000-2001)
Pendiri Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (2002)
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) 2005-2008.
Sumber: Merdeka.com

Baca lainnya:
Ryaas : Pilkada Langsung Hambat Sasaran Otonomi Daerah
Ryaas : Ruh Otonomi Daerah Telah Hilang
FPKB: Pilkada Langsung Bakal Datangkan Kerusakan
Mahfud MD: Kembalikan Pilkada ke DPRD
Pengamat: Perlu Ada Kebijakan Soal DPT
Ketua MPR: Otonomi Picu Desentralisasi Korupsi

Roy Suryo Marah Lagi di Dalam Pesawat

TEMPO.CO, Jakarta - Roy Suryo kembali membuat ulah di pesawat, kali ini dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta, pada Ahad 20 Oktober 2013 pagi. Insiden terjadi antara Menteri Pemuda dan Olah Raga itu dengan awak kabin Garuda.
Roy Suryo Marah Lagi di Dalam Pesawat
Roy Suryo Marah Lagi di Dalam Pesawat
Menurut sumber Tempo, waktu itu Menteri Roy dan keluarganya naik di kelas bisnis maskapai plat merah itu. Roy sendiri membawa sekitar enam tas ke kabin. Awak kabin yang melihat Roy membawa banyak tas memberi tahu bahwa Roy hanya bisa membawa dua tas, sesuai peraturan penerbangan. Namun Roy ngotot. "Ia meminta awak kabin itu untuk menunjukkan peraturannya," ujar seorang penumpang yang menjadi saksi mata peristiwa itu.
Menteri Roy akhirnya dihadapi oleh kepala kabin. Namun, Roy ngotot tetap bersama barangnya. Kepala kabin mengalah. Roy diminta meletakkan barangnya di kursi pesawat bisnis yang masih kosong. Kepala kabin juga meminta Roy mengikat tasnya dengan seatbelt, seperti penumpang.

Roy ketika dimintakan konfirmasi mengatakan, ini bukan urusan keluarga dan bagasi. "Masak saya mengurusi bagasi," kata Roy melalui pesan pendek ketika menjawab klarifikasi Tempo, Kamis 31 Oktober 2013. "Tidak ada masalah, kecuali ada yang berkata bohong."

Ini bukan insiden pertama Roy Suryo di pesawat terbang. Ketika masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pada Maret 2011, Roy membuat keributan saat akan naik pesawat Lion Air dari Bandara Soekarno Hatta tujuan Yogyakarta.
Namun waktu itu Roy terima salah. Ia turun dari pesawat. "Saya mohon maaf sudah mengganggu penerbangan anda," katanya sebelum turun. (Baca: Roy Suryo Diusir dari pesawat Lion Air)
Ini juga bukan insiden pertama yang dialami awak garuda. Dua hari lalu, Wakil Ketua Ombusdman RI, Azlaini Agus, disebut-sebut telah menampar petugas ground handling maskapai Garuda Indonesia Airlines, Yana Novia  (Baca: Azlani menampar petugas Garuda Indonesia) Yana adalah karyawan PT Gapura Angkasa Pekanbaru yang saat itu bertugas melayani penumpang Garuda. Kasusnya kini ditangani
ADITIA

Baca Lainnya: 
Azlaini tak kebal hukum

Rabu, 30 Oktober 2013

Mantan Muncikari Naik Haji

Mantan Muncikari Naik Haji
Seorang warga melintas di depan Wisma Madonna 10, yang masih tutup di kawasan Lokalisasi Dolly, Surabaya, Rabu (18/9). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Banyuwangi - Penampilan Komsatun sejak dua tahun terakhir ini tak pernah lepas dari penutup kepala. Pintu rumahnya pun lebih sering tertutup. Hanya toko kelontong di ruangan samping yang ia buka sejak pagi hingga malam. "Kalau ada pembeli, cukup memencet bel," kata perempuan 54 tahun ini.
 
Komsatun memang tampil lebih alim sejak pulang berhaji pada 2011 lalu. Sebelumnya, ia bernazar akan berhenti menjadi muncikari bila mampu naik haji. Alhasil, nazarnya terpenuhi. Ia tak lagi menampung perempuan seks komersial setelah resmi mendaftar naik haji tahun 2008.
Komsatun adalah satu dari tujuh muncikari di lokalisasi Sumber Loh, Banyuwangi, Jawa Timur, yang naik haji dari hasil pekerjaan menampung perempuan seks komersial. Setelah naik haji, beberapa muncikari memang meninggalkan lokalisasi. Tetapi Komsatun memilih tetap membuka warungnya di lokalisasi terbesar di Banyuwangi itu.

Perempuan kelahiran tahun 1959 ini mulai berkenalan dengan dunia prostitusi setelah ditinggal suaminya pada tahun 1980-an. Dia memulai pekerjaannya sebagai buruh cuci baju para PSK. Untuk menambah pendapatan, dia juga membuka warung untuk menjual angsle dan rujak.

Sedikit demi sedikit, Komsatun menyisihkan penghasilannya. Sekitar tahun 1995, dia akhirnya mampu mengontrak salah satu wisma dengan tiga kamar. Dia pun mulai menampung tiga PSK yang disebutnya anak buah itu. Kebanyakan PSK itu datang sendiri, ada pula yang diserahkan oleh perekrut. "Saya tak pilih-pilih, tua atau muda, cantik atau jelek saya terima," katanya.

Prostitusi DOLLY


TEMPO.CO, Surabaya- Tidak semua pekerja seks komersial di Gang Dolly, Surabaya, merasa diuntungkan dengan bekerja sebagai pemuas nafsu para lelaki hidung belang. Shinta (bukan nama sebenarnya), misalnya, meski sudah lima tahun jadi PSK, ia tak bisa keluar dari wisma karena diikat oleh muncikari yang mengasuhnya.

"Yang paling diuntungkan dari bisnis kenikmatan ini adalah muncikari dan pemilik wisma, Mas," kata salah seorang PSK penghuni wisma New Barbara, di Gang Dolly, kepada Tempo, Rabu, 9 Oktober 2013.

Seorang penjaga cafe keluar dari dalamkafe Monggo Mas, yang masih tutup di kawasan Lokalisasi Dolly, Surabaya, Rabu (18/9). Sejumlah wisma di kawasan lokalisasi terbesar di Indonesia ini memiliki nama-nama yang unik untuk menarik pelanggan. TEMPO/Fully Syafi
Menurut Sinta, setiap kali melayani tamu, dirinya hanya mendapatkan jatah 30 persen dari tarif yang ditetapkan oleh pengelola wisma. Sementara 60 persennya masuk ke kantong muncikari dan 10 persennya lagi dibagikan kepada calo atau makelar yang bertugas mencari pelanggan di depan wisma.

Dikatakan oleh Sinta, tarif untuk dirinya setiap jam Rp 200 ribu. Dari situ ia mengantongi uang cash dari setiap tamunya sebesar Rp 60 ribu. Tetapi uang itu juga harus ia keluarkan lagi untuk dibagikan kepada pembantu yang mencuci seprai dan baju-bajunya yang digunakan saat melayani tamu. "Jadi bersih untungku hanya Rp 40 ribuan," ujarnya.

Tak hanya itu, Sinta juga harus mengeluarkan uang untuk merawat kecantikan dan membeli jamu-jamuan agar dirinya tetap segar dan cantik. Setiap dua hari sekali minimal dirinya harus mengeluarkan uang Rp 20 ribu untuk membeli jamu tradisional guna merawat bagian vitalnya. "Kalau muncikari, kan, tinggal bayar sewa sama pemilik wisma saja, beres urusan," katanya.

Edsus Dolly...

Salah seorang calo di Dolly, Rian, mengatakan memang yang paling diuntungkan dari keberadaan Dolly adalah para muncikari dan pemilik wisma. "Kalau PSK-nya, sih, sama seperti kita-kita ini," ujarnya.

Karena keuntungan besar itulah, menurut Rian, para muncikari mengikat para anak asuhnya agar tidak bisa lari dari wisma. Caranya dengan memperketat aturan para PSK-nya agar tidak berkomunikasi dengan orang di luar lingkungan.

Para germo juga mengikat PSK-nya dengan membebani mereka utang-utang yang banyak. "Mau gimana lagi, namanya orang cari untung, ya, itu sah-sah saja mereka lakukan," kata Rian.

Seorang kasir di Wisma Jaya Indah, Slamet, mengatakan aliran uang dari bisnisnya juga dinikmati aparat pemerintah hingga level kelurahan. Kepada Tempo, Slamet menunjukkan kupon iuran bulanan berwarna hijau yang disetorkan ke RT dan RW setempat.

Lewat RW, ujarnya, uang itu terciprat ke level kelurahan. Setiap PSK wajib membayar iuran level RT sebesar Rp 3.000 dan level RW sebanyak Rp 100 ribu per wisma. Belum lagi iuran tenaga keamanan setiap harinya sebanyak Rp 30 ribu per wisma.

Semakin banyak PSK dalam satu wisma, iuran yang dibayarkan semakin mahal. Bosnya juga harus menyewa wisma dengan tarif Rp 15 juta per bulan. Bagi hasil antara germo dan PSK sebesar 60:40. Wismanya membanderol PSK seharga Rp 90 ribu per satu jam. Dari hasil itu, Rp 34 ribu masuk kantong PSK, Rp 13 ribu ke calo, dan sisanya jatah muncikari atau germo. Germo-lah yang mengatur soal pembayaran ke RT, RW, dan kelurahan. "Ini sewa, rata-rata pemilik wisma sewa. Setiap hari penghasilan wisma sekitar Rp 1 juta," ucap Slamet. Selengkapnya, baca edisi khusus Dolly.

ARIEF RIZQI HIDAYAT | DIANANTA P. SUMEDI

PSK Pinggiran Resah, 'Alumnus' Dolly Menyerbu

TEMPO.CO, Kediri--Rencana penutupan lokalisasi Dolly membuat para pekerja seks komersial (PSK) di daerah ketar-ketir. Para PSK Dolly yang diperkirakan hijrah ke lokalisasi pinggiran dikhawatirkan akan mengancam lahan mereka.
Sejumlah PSK yang ditemui Tempo di lokalisasi Semampir Kota Kediri menyatakan hal itu. Mereka mengaku sudah mendengar rencana penutupan Dolly tersebut dari rekan sesama PSK. "Sudah tahu, Dolly mau ditutup kan," kata seorang PSK penghuni Wisma Primadona Semampir dengan ketus, Selasa, 29 Oktober 2013.
PSK Pinggiran Resah, 'Alumnus' Dolly Menyerbu  
PSK Pinggiran Resah, 'Alumnus' Dolly Menyerbu

Perempuan berambut pendek ini mengaku tak ambil pusing dengan penutupan Dolly. Hanya saja dia berharap para "alumnus" Dolly tak akan menyerbu tempatnya bekerja. Saat ini saja jumlah PSK yang menghuni lokalisasi terbesar di Kota Kediri ini telah mencapai 180 PSK. Setiap hari mereka harus bersaing berebut perhatian pria hidung belang dengan sesama penghuni wisma.
Kekhawatiran para PSK ini juga disampaikan Sarji, Ketua Rukun Tetangga 27, Kelurahan Semampir yang sekaligus menjadi koordinator pemilik wisma. Menurut Sarji, di kalangan penghuni lokalisasi terdapat seleksi alam yang sangat ketat. Kehadiran penghuni baru yang lebih muda akan menjadi ancaman bagi PSK tua yang sudah lama berdiam di tempat itu. "Tak ada yang bisa menghalangi mereka masuk," kata Sarji.
Jika kehadiran PSK baru itu benar-benar menggeser popularitas PSK lama, mereka akan hijrah ke tempat lain yang lebih pinggir seperti Bolodewo dan Dadapan yang berada di kawasan Kabupaten Kediri. Di tempat ini mereka bisa lebih eksis karena hanya bersaing dengan PSK berumur. Demikian pula dengan PSK tua yang tergusur di tempat itu akan mencari lokalisasi lain yang lebih murah atau bahkan pinggiran jalan.
Lantas usia berapa seorang PSK dikategorikan berumur dan layak tereliminasi" Menurut Sarji saat ini PSK berusia 35 tahun sudah dicap sebagai PSK tua. Hal ini karena setiap saat jumlah PSK muda yang berusia 20-an tahun makin banyak.
Untuk mengantisipasi pergerakan lokalisasi Dolly ke Kediri, Sarji mengaku sudah menyiapkan tim kesehatan untuk memverifikasi mereka. Sebab dikhawatirkan mereka akan datang membawa penyakit dan menulari tamu atau PSK lain. Dengan jumlah wisma yang mencapai 70 unit, lokalisasi itu bisa menampung sekitar 250 PSK. Selebihnya, Sarji hanya akan memantau keberadaan mereka agar tetap bersaing dengan sehat. "Saya juga sering menasehati PSK tua agar mulai mencari pekerjaan lain," katanya.
HARI TRI WASONO

Baca lainnya: 
Keseringan, PSK Dolly Lupa Rasanya Orgasme
PSK di Dolly Mengaku Tidak Suka Pria Perkasa
Penggusuran Dolly Dinilai Tak Selesaikan Masalah  
Jumlah Wisma di Gang Dolly Semakin Menyusut  
Tarif Dolly Paling Mahal Rp 200 Ribu per Jam  
Cara Melanggengkan Bisnis Esek-esek di Dolly
Pemilik dan Pengelola Wisma juga Diamankan
Melongok Sumber Loh, Dolly-nya Banyuwangi
Persaingan Ketat, Muncikari Pakai Guna-guna
Pengurus Lokalisasi Minta Ganti Rugi hingga Pesangon PSK
Kasus Mucikari Cilik Segera Disidangkan
Murid Setor 'Kencleng' untuk Bayar Utang

Ketika Tempo 'Disuguhi' 10 PSK Sekaligus  
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein mengaku terkejut dengan penangkapan pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Menurut dia, jaringan pejabat yang sering bermain di Ditjen Bea dan Cukai tergolong lebih rapi daripada Direktorat Jenderal Pajak.
Pejabat Bea Cukai Dinilai Lebih 'Sakti' dari Pajak  
Pejabat Bea Cukai Dinilai Lebih 'Sakti' dari Pajak
"Selama ini mereka memang cukup 'sakti'," ujar dia ketika dihubungi, Selasa, 29 Oktober 2013.
Yunus menuturkan, jaringan Ditjen Bea dan Cukai begitu kuat sehingga banyak Laporan Hasil Analisis PPATK yang menyebut pejabat dengan rekening gendut malah tak berlanjut ke proses hukum. "Sering kandas di tengah jalan," katanya.
Uang kartal

Pejabat Bea Cukai lebih 'rapi' dari Pajak

Penangkapan yang dilakukan Polri, kata dia, merupakan kemajuan signifikan dari upaya pembersihan di Ditjen Bea dan Cukai. Ia mengaku tak menduga Kepolisian bisa menindak Heru.
Sebelumnya, Kepolisian membenarkan telah menangkap pejabat Ditjen Bea dan Cukai Heru Sulastyono. Ia ditangkap bersama mobil mewahnya. Heru sebelumnya pernah menjabat Kepala P2 Bea Cukai Tanjung Priok. PPATK pernah memasukkan Heru ke dalam daftar pejabat dengan rekening tak sesuai profil pendapatan.
FEBRIANA FIRDAUS

Snowden: AS Miliki Fasilitas Penyadapan di Jakarta

TEMPO.CO, Canberra - Amerika Serikat menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedutaan Besar AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara. Soal ini diungkapkan oleh whistleblower Edward Snowden, seperti dimuat oleh Sidney Morning Herald edisi hari ini, Selasa, 29 Oktober 2013.
Snowden: AS Miliki Fasilitas Penyadapan di Jakarta
Snowden: AS Miliki Fasilitas Penyadapan di Jakarta
Sebuah peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia, termasuk fasilitas intelijen komunikasi di kedutaan besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, peta itu tidak menunjukkan fasilitas tersebut berada di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura --negara yang dikenal sebagai sekutu terdekat AS.
Australia sepenuhnya menyadari luasnya spionase elektronik Amerika Serikat melawan tetangga dan mitra dagangnya. Selain itu, Negara Kanguru ini memiliki akses ke banyak data yang dikumpulkan oleh program itu.
Menurut peta yang diterbitkan oleh majalah Der Spiegel Jerman pada hari Selasa, 29 Oktober 2013, satuan tugas bersama dinas intelijen AS, Central Intelligence Agency (CIA) dan National Security Agency (NSA) bernama "Special Collection Service" melakukan sweeping operasi pengawasan serta operasi rahasia terhadap target intelijen khusus.
Peta itu awalnya dipublikasikan secara penuh di website Der Spiegel, tetapi kemudian diganti dengan versi yang disensor. Dalam peta itu terdapat daftar fasilitas Special Collection Service di 90 lokasi di seluruh dunia, termasuk 74 fasilitas yang dioperasikan oleh manusia, 14 fasilitas dioperasikan dari jarak jauh, dan dua pusat dukungan teknis.
Dikeluarkan hanya untuk "FVEY"--sandi untuk Five Eye, empat mitra strategis intelijen Amerika Serikat, termasuk Australia--peta itu mengungkap fasilitas operasi tersembunyi AS di kedutaannya di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.
SIDNEY MORNING HERALD | ABDUL MANAN 

Baca lainya: 
Parlemen Inggris Selidiki Pengintaian Elektronik
AS Awasi Ponsel Kanselir Jerman Sejak 2002  
Juru Bicara: Kedubes AS di Jakarta Tetap Buka
NSA Terlibat Jauh dalam Program Serangan Drone CIA  
Lewat Operasi TAO, NSA Mata-matai Presiden Meksiko  
Direktur NSA Keith Alexander Akan Mundur Awal 2014  
Inggris Lobi New York Times Soal File Snowden
Dokumen Snowden dan Reaksi Parlemen Inggris
Parlemen Inggris Selidiki Pengintaian Elektronik
PM Inggris Minta Parlemen Mengusut Guardian
Direktur NSA Keith Alexander Akan Mundur Awal 2014  
NSA Terlibat Jauh dalam Program Serangan Drone CIA  
Lewat Operasi TAO, NSA Mata-matai Presiden Meksiko  
Diam-diam Snowden Bertemu Empat Mantan Anggota CIA

Menyadap lewat ponsel

Selasa, 29 Oktober 2013

Ditinggal Dinner, Keempat Ban Ferrari California Raib

Otosia.com -
Entah karena ceroboh atau memang sedang apes, keempat ban supercar Ferrari California ini lenyap tanpa jejak. Bukan hilang secara gaib, tapi keempat ban mobil besutan Italia tersebut diambil oleh gerombolan pencuri.
Peristiwa ini terjadi kala si pemilik tengah menikmati makan malam dan meninggalkan California kepunyaannya terparkir manis di sebuah jalan sepi di wilayah Hamburg, Jerman. 
Ditinggal Dinner, Keempat Ban Ferrari California Raib
Ditinggal Dinner, Keempat Ban Ferrari California Raib
Seusai makan, si pemilik memutuskan untuk pulang dengan taksi karena merasa terlalu mabuk dan tidak bisa mengemudi.
Kondisi si California yang sudah tanpa ban
Kondisi si California yang sudah tanpa ban
Kondisi si California yang sudah tanpa ban
Terkejut sekaligus jengkel pastinya dirasakan ketika si pemilik Ferrari bertenaga 460hp ini mendapati keempat 'tapal kuda' miliknya sudah lenyap keesokan harinya. Jelas yang 'menggondol' ban mobilnya tersebut bukanlah pencuri amatir.
Mendapati kondisi mobilnya yang tanpa ban, si pemilik pasti sudah kapok meninggalkan mobil mahalnya tersebut di sembarang tempat. Bagaimana tidak, keempat roda Ferrari California yang hilang tersebut bernilai sekitar € 7.000 yang setara dengan Rp 107 jutaan.
1 set ban Ferrari California bernilai sekitar Rp 107 jutaan
1 set ban Ferrari California bernilai sekitar Rp 107 jutaan1 set ban Ferrari California bernilai sekitar Rp 107 …
1 set ban Ferrari California bernilai sekitar Rp 107 jutaan1 set ban Ferrari California bernilai sekitar Rp 107 …
 (kpl/sno)Sumber: Otosia.com

Minggu, 27 Oktober 2013

FPI sebagai [K]aset Bangsa


Simbol Front Pembela Islam
Aset lazim digunakan dalam percakapan yang berkaitan dengan dunia ekonomi. Pengertian “aset” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [yang saya baca edisi 2008] juga kurang lebih demikian. Di sana disebutkan kalau “aset” berarti “[1] keadaan aktiva dan pasiva; [2] kekayaan; [3] modal”.  Pendeknya: aset adalah kepemilikan terhadap suatu hal yang berdayaguna.
Dalam hal penegakan hukum, memberantas kemaksiatan, dan penyakit-penyakit sosial, negara sebenarnya sudah punya “karyawan” yang memang bertugas untuk mengatasi persoalan-persoalan seperti itu, macam kepolisian atau satpol PP. Dan negara tak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk itu karena di mana-mana biaya operasional “karyawan” memang sudah masuk perencanaan anggaran.

Jika untuk tugas-tugas amar ma’ruf nahi munkar itu negara harus memperlakukan FPI sebagai “aset”, ya negara harus tahu risikonya: membiarkan “tenaga outsource” itu melakukan pengawasan, penyidikan, penyelidikan, sampai penindakan. Risikonya jelas: rakyat diadu dengan rakyat, masyarakat akan berhadapan dengan masyarakat. Dalam situasi demikian, siapa saja bisa jadi korban.

Dengan melihat risiko-risiko macam itu, seperti yang sering kita saksikan dari sepak terjang FPI, sulit rasanya memperlakukan FPI sebagai aset. Masih dengan menggunakan pengandaian ilmu ekonomi, rasanya FPI lebih tepat disebut sebagai “liability”.

“Liability” adalah nilai hutang yang dimiliki perusahaan, baik jangka pendek atau pun jangka panjang. Bentuk “liability” bisa saja kemudian menjadi “aset”, katakanlah gedung. Tapi gedung itu dibeli dengan hutang yang tentu saja harus dibayar.

Dan, rasanya, FPI memang bukan aset bagi negara, melainkan liability bagi negara. Yang namanya aset, si pemilik bisa bebas memperlakukannya apa saja. Didiamkan dengan risiko nilai penyusutan asetnya akan terus bertambah sah-sah saja. Atau bisa saja aset itu dijual jika nilainya sedang tinggi atau dijual untuk menutupi hutang atau untuk menambah modal – macam kandungan emas di tanah Papua dijual ke Freeport, misalnya.

Pemerintah seakan mendiamkan saja apa yang dilakukan FPI. Membubarkan jelas masih jauh. Yang ada, negara malah sering melindungi apa pun yang dilakukan FPI, bahkan walaupun itu kekerasan. Bukan sekali dua polisi malah mengawal acara sweeping FPI. Saat FPI terlibat bentrok dengan warga, misalnya, jangan aneh jika polisi malah mengawal anggota FPI pulang setelah terkepung.

Apa yang terjadi menjelaskan bahwa FPI memang liability bagi negara. Macam rumah yang belum lunas dibayar, si pemilik rumah terikat sejumlah perjanjian dengan si pemberi pinjaman. Dari tak boleh mengubah warna cat, tak boleh mengubah façade, dll.

Masalahnya, “liability” yang jenisnya seperti FPI ini agak susah ditakar nilainya. Berapa nilainya? 1 milyar, 2 milyar, 10 milyar, 20 milyar? Mana kita tahu.

Mungkin kita harus bertanya pada akuntan-akuntan di perusahaan-perusahaan untuk menghitungnya. Perusahaan-perusahaan yang biasa dimintai sumbangan oleh ormas-ormas [FPI ormas atau bukan saya kurang tahu] tentu bisa memberi perhitungan yang biasanya lebih tepat, setidaknya lebih masuk akal.

Negeri ini memang punya cerita yang panjang terkait laskar-laskar partikelir macam FPI ini. Riwayatnya terentang sejak era revolusi dulu sampai era reformasi kini. Memang perlu ditegaskan kembali, riwayat keberadaan laskar-laskar partikelir macam itu memang lebih tepat disebut “liability” ketimbang “aset”.

Laskar-laskar di era revolusi, seringkali menyulitkan  gerak pemerintah saat itu. Saat Bung Hatta pada 1948 melakukan rasionalisasi dan reorganisasi tentara, laskar-laskar ini yang paling sulit untuk dikendalikan, dan akhirnya memang menjadi beban – baik beban politik maupun beban keuangan. Peristiwa Madiun 1948 adalah contoh bagaimana “liability” bernama laskar-laskar partikelir ini memang menjadi beban sekaligus persoalan politik.

Saya tidak perlu menderetkan kembali nama-nama laskar partikelir ini. Saya pernah menuliskannya di sini dalam esai berjudul “Republik Para Laskar”. Anda tinggal membaca esai saya beberapa waktu lalu itu.

Cukuplah ditegaskan di sini bahwa selama negara tetap membiarkan dan seakan tak ma[mp]u mengendalikan laskar-laskar partikelir ini, omong-omong tentang “FPI sebagai aset bangsa” itu akan terasa seperti suara sumbang yang makin lama akan makin menjemukan didengar – macam kaset yang suaranya makin kresek-kresek karena terlalu sering diputar.

Sepertinya Gamawan Fauzi tentu saja akan keberatan jika dirinya disebut sebagai “kaset bangsa”. Cukuplah Pak Presiden yang jadi “kaset bangsa” dengan lagu-lagu ciptaannya yang merdu bak buluh perindu.





Baca juga:
Legislator: Pernyataan Mendagri Soal FPI Patut Dipertanyakan
Ketua Pemuda Pancasila: tak Ada yang Boleh Mengecam FPI
Anggota DPR: FPI Tanggung, Sekalian Saja Kerjasama dengan Geng Motor
Mendagri Dianggap Disorientasi Imbau Kepala Daerah Kerja Sama dengan F …
Kini Puji FPI, Dulu Gamawan Marahi FPI  
 

Kamis, 24 Oktober 2013

Makna Berlari Bagi Sandiaga Uno

BERLARI rupanya bukan sekedar kegiatan mengayunkan kaki dengan ritme cepat. Lebih dari itu, berlari memberikan banyak inspirasi akan nilai-nilai kehidupan. Memotivasi diri dan lingkungan sekitar.

Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh pendiri komunitas Berlari Untuk Berbagi (BUB), Sandiaga Uno. Pria yang masuk dalam 40 orang terkaya di Indonesia ini menjelaskan bahwa berlari punya peran penting dalam menunjang bisnisnya.

Baginya, dengan berlari ada empat filosofi yang dapat diserap oleh setiap orang. Pertama, kata dia, memaknai arti kecepatan. Dalam berlari, kecepatan merupakan satu unsur penting. Semakin cepat berlari maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

"Begitu juga dalam hidup, kita harus cepat dalam bertindak dan memutuskan sesuatu. Pengalaman saya di bisnis, kalau tidak cepat diambil maka sebuah peluang bisa saja hilang," ujar bos Saratoga Capital ini, saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (22/9).

Kedua, lanjut dia, berlari membiasakan diri bernapas panjang. Apalagi maraton, membutuhkan kekuatan fisik besar. Maklum, jarak yang ditempuh cukup jauh. Jadi, sangat penting bagi seorang pelari untuk mengatur ritme pernapasan dengan baik. Jika tidak, bisa tumbang di tengah perjalanan.

Begitu pula dalam hidup. Seringkali melewati rintangan dan masalah cukup pelik. Tentu diperlukan pengaturan ritme agar tidak mudah menyerah ataupun malah terlalu memaksakan diri.

Ketiga, lanjut ayah dua anak ini,   dalam lari selalu ada kerja sama tim. Saat mengikuti ajang lomba, pada dasarnya seseorang tidak benar-benar berlari sendirian. Ada teman yang selalu hadir memotivasi. Baik mereka yang berada di lapangan ataupun di luar. Semua punya peran dalam membangkitkan semangat juang.

"Begitu juga dalam hidup. Kita punya keluarga dan teman-teman yang selalu mengingatkan dan menyemangati dalam menghadapi berbagai persoalan," ujar pria kelahiran 28 Juni 1969 ini.

Keempat, kata dia, dengan berlari akan memahami arti penting persiapan. Dengan waktu tempuh rata-rata empat jam dan jarak di atas 40 kilometer, berlari maraton tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan. Dibutuhkan persiapan matang, baik mental mauSandiaga Uno melakukan pemanasan sebelum lari di Senayan. TEMPO/Aditia Noviansyahpun fisik.

Dari pengalamannya, perlu latihan minimal selama 16 minggu sebelum mengikuti even lari maraton. Berlari sejauh 60-80 kilometer jadi menu latihan rutin mingguan.

"Sama halnya dengan hidup, tidak ada yang bisa didapat dengan instan. Semua perlu proses dan persiapan matang," sebut pria yang pertama kali berkecimpung di dunia lari maraton pada ajang Singapura Marathon 2007.

Lebih dari itu, sambung dia, berlari juga memberikan sensasi tersendiri. Tubuh dan pikiran yang lelah setelah menjalani rutinitas padat seolah di-recharge melalui aktifitas berlari. Sebab ketika berlari, ada proses penciptaan hormon androgen di dalam tubuh yang berfungsi menimbulkan rasa bahagia, optimisme, dan semangat positif.

"Tapi di luar itu, lari kan simpel banget. Tidak perlu infrastruktur besar. Cukup memanfaatkan ruang yang ada, kita bisa lari. Ini sangat mudah dilakukan, dimana saja, oleh siapa saja dan dengan umur berapa saja," sambung pria kelahiran Pekan Baru yang juga berdarah Gorontalo ini.

Berbagai makna dan filosofi lari tersebut akhirnya mengantarkan Sandiaga Uno pada keyakinan untuk mendirikan sebuah komunitas lari bernama Berlari Untuk Berbagi pada 2009. Beragam profesi ada di dalamnya. Mulai dari pengusaha, pekerja seni, pegawai swasta, hingga dokter.

Semua bergabung atas sebuah keyakinan sama. Dengan berlari dapat berbagi kebahagiaan pada mereka yang kurang beruntung.

Karena itu, organisasi tersebut mengikuti kejuaraan dan mengumpulkan donasi dari aktivitasnya untuk disalurkan kemudian. Hingga kini, sudah 50 yayasan mendapat bantuan dari aktifitas BUB di berbegai even lari internasional.

Selain ingin menularkan gaya hidup sehat, BUB juga berharap dapat menginspirasi masyarakat Indonesia untuk terus berpikir positif dan peduli terhadap lingkungan. "Tiap minggu saya lari kesini (senayan), selalu ada yang mendekati. Mereka bilang terima kasih sudah menginspirasi,” tutur Sandiaga.

Ternyata mereka, lanjutnya, membuat komunitas sejenis yang aktifitasnya bukan cuma berlari, tapi juga mengumpulkan donasi. “Ini jelas buat saya merinding," kata dia.

Rabu, 23 Oktober 2013

Presiden SBY Tidak Pantas Mengeluh

Presiden SBY Tidak Pantas Mengeluh, Tapi Dengarkan Aspirasi Rakyat
[JAKARTA] Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengeluh karena kerasnya suara buruh yang melakukan aksi di depan Istana Negara dikecam banyak pihak.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [Antara]
Sby mengeluh tetapi masyarakat minta Sby berhenti mengeluh untuk memndengarkan aspirasi rakyat
Menurut mereka, tidak pantas seorang Presiden mengeluh atas aktivitas yang dilakukan rakyatnya, apalagi rakyat kecil yang datang mengadu.

Seorang Presiden yang pro-rakyat pasti langsung datang menghampiri rakyatnya, bukannya mengeluh dari balik tembok istana.  

Koordinator Advokat Publik LBH Keadilan, Ahmad Muhibullah dalam rilis yang diterima SP di Jakarta, Selasa (17/9), mengatakan, sebagai Presiden seharusnya SBY tidak perlu mengeluh atas bisingnya pengeras suara demonstran.  

“Sudah seharusnya SBY mendengarkan suara masyarakat dan menjadikannya sebagai bahan koreksi kinerjanya selama berkuasa,” katanya.  

Seperti diberitakan, Presiden SBY dan Pimpinan DPR RI, Senin (16/9) mengadakan pertemuan  untuk membahas sejumlah rancangan undang-undang yang mandek pembahasannya di DPR RI.  

Dalam pertemuan yang digelar di Istana Negara tersebut, SBY mengeluhkan kerasnya suara buruh yang melakukan aksi di depan Istana Negara.  

Menurut Muhibullah, pengeras suara yang keras memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, mengingat para penguasa kerap kali tidak  mendengarkan suara masyarakat.  

“LBH Keadilan mendukung aksi rekan-rekan buruh yang menggunakan pengeras suara yang keras. Aksi yang akan datang sebaiknya pengeras suara lebih keras dan lebih banyak lagi,” katanya.  [L-8]

Kenapa Presiden SBY Selalu Mengeluh?

Kenapa Presiden SBY Selalu Mengeluh? 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluh soal sulitnya mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 
partai demokrat biang kerok kpu
Aku tidak mengeluh, okelah kalau begitu

“Kita punya kewajiban membayar utang kita sejak pemerintahan Presiden Soeharto sampai sekarang. Kemudian sekitar Rp 300 triliun kita alokasikan ke daerah. Tinggal beberapa (triliun rupiah), inilah yang untuk infrastruktur, untuk puskesmas, rumah sakit, bidan, perawat, TNI, Polri, untuk banyak sekali. Pusing Bapak Ibu, pusing,” kata SBY saat pertemuan dengan Forum Rektor Perguruan Tinggi Islam di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/07).
Menurut SBY, postur APBN 2014 mencapai sekitar Rp 1.600 triliun atau naik sekitar 400 persen dibanding sembilan tahun lalu. Sekitar 20,4 persen dari APBN akan dialokasikan untuk pendidikan. Jadi, kata dia, sisa APBN Rp 1.200 triliun lebih.
Sebagian dari sisa anggaran itu, akan dipakai untuk berbagai subsidi, salah satunya bahan bakar minyak. Menurutnya, tidak ada negara lain yang mengalokasikan anggaran untuk subsidi sebesar Indonesia.
Untuk itu, SBY memerintahkan jajarannya agar distribusi anggaran tersebut dilaksanakan secara tepat. Jajaran pemerintah harus tahu mana yang prioritas, mana yang mendesak, mana yang bisa dilaksanakan beberapa tahun ke depan atau bertahap.
“Kalau uang cukup maka kita bangun infrastruktur, jalan, pelabuhan serentak. Kalau uang kita cukup, rumah sakit kelas III, rumah sakit pusat, puskesmas kita bangun semua. Kalau uang kita cukup, polisi enggak mungkin kurang jumlahnya. Padahal sudah nambah 53.000 polisi selama tiga tahun ini. Demikian juga peralatan militer kita banyak yang tertinggal dengan negara lain. Banyak yang harus kita biayai,” jelasnya.

SBY Mengaku Di-bully Media Massa

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku sebagai salah satu korban pers. Namun ia juga berterima kasih karena kritik dan kecaman dari media telah menjadi cambuk baginya untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik dan membuatnya bertahan. ”Saya korban pers, tapi sekaligus saya berterima kasih kepada pers,” tutur Presiden Yudhoyono, dalam acara dengan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu 23 Oktober 2013.
Rapat terbatas bidang ekonomi (Foto: Antara/Prasetyo Utomo)

SBY curhat jadi korban bulan-bulanan pers

SBY Mengaku Di-bully Media Massa  
SBY Berterima kasih di kritik oleh media bila tidak dikritik kebijakannya akan aneh-aneh
Menurut Yudhoyono, jika tidak dikritik ataupun dikecam sejak hari pertamanya sebagai Presiden RI, banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Misalnya, dia dan pemerintahannya sudah jatuh. ”Bisa jadi saya semau-maunya, gegabah dalam mengambil keputusan, atau mungkin kebijakan saya malah aneh-aneh,” ujar Presiden.
Gambar Sby Mengeluh

Dalam kesempatan itu, Presiden mengungkapkan isi hatinya alias curhat tentang pemberitaan media massa. Presiden mengkritik beberapa hal yang terkait pemberitaan media, antara lain berita dengan sumber yang tak jelas, penggunaan media sosial sebagai sumber berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, berita yang berbau fitnah, pers yang mengadili, serta berita yang tidak melalui cek silang.
Presiden mencontohkan, berita penunjukan Komisaris Jenderal Sutarman sebagai pengganti Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo. Dalam pemberitaan, ujar Yudhoyono, disebutkan pengajuan nama Sutarman tidak diusulkan oleh Kepala Polri, melainkan hasil lobi seseorang kepada Yudhoyono (berita terkait lainnya di sini dan di sini)
Presiden mengatakan berita tersebut tidak benar. Ia menegaskan, sesuai dengan undang-undang dan aturan, pihak yang mengusulkan nama calon Kepala Polri adalah Komisi Kepolisian Nasional dan Kepala Polri sendiri, dengan mengajukan nama secara tertulis kepada Presiden.
ANTARA

Komen2:
Itulah prestasi sby,selain pandai twiteran beliau pakarnya mengeluh&curhat, giliran menangani masalah sosial hadeeeeh...jng di tanya deeeeh. okelah kalo begitu lanjutkan!!!!!

ini presiden paling lebay yang pernah ada.. sedikit" curhat.. sedikit" curhat... gaji kurang curhat, di kritik curhat....
mending sebelum bapak curhat bapak liat balik dah kenapa bapak sampai seperti itu... sudah partainya bermasalah nomor satu saat ini tentang korupsi, masih juga pasang muka sok lugu curhat sana sini... mana omongannya dulu yang katanya SIAP BASMI KKN?!! jangan curhat mulu pak! 


ah mas presiden ... itu mah biasa mas presiden ... kalau nggak mau "di"bully" ya jangan jadi pejabat negara lah ... saran saya mas presiden ... coba belajar dari bang Jokowi ... santai dan cerdas dalam menanggapi ... lah kalau curhat melulu? wah ... curhat cukup dengan istri aja mas presiden ... gitu mas

dari jamannya jadi menko di era presiden megawati, nih orang kerjanya cuma pencitraan aja, memposisikan dirinya seolah olah teraniaya, biar orang pada kasihan dan simpati...preeeet