Laporan Wartawan Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah dan Heribertus Sulis
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG
- Hajat nasional berrnama seleksi atau penerimaan calon pegawai negeri
sipil (CPNS), kembali dihelat. Proses pendaftaran baru saja dibuka pekan
lalu.
Seiring itu, pemerintah menjamin, rekrutmen PNS kali ini
bakal bersih dari praktik kotor percaloan dan sogok menyogok. Sejumlah
instansi hebat seperti Badan Intelijen Negara (BIN) hingga Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan dilibatkan untuk memantau proses
rekrutmen.
Meski demikian, tidak serta merta masyarakat meyakini
bahwa proses seleksi bisa bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Dengan keyakinan itu pula, sebagian masyarakat yang ingin
mengikuti proses seleksi CPNS, bersedia membayar hingga ratusan juta
rupiah demi bisa menjadi abdi negara.
Sugiyono salah satunya. Warga Lampung
Tengah ini bahkan sudah jauh-jauh hari menyiapkan uang sogokan untuk
memuluskan jalan bagi anaknya agar bisa menjadi PNS, mengikuti jejak
sebagian besar anggota keluarganya yang lebih dahulu menyandang status
pegawai negeri.
"Saya sudah siapkan uang Rp 50 juta tunai. Saya
masih usahakan dana tambahan dengan menjual kebun karet. Insya Allah
bisa laku Rp 100 juta. Asal ada yang menjamin anak saya diterima, saya
berani bayar di atas Rp 100 juta," kata Sugiyono, Sabtu (7/9/2013).
Sugiyono
mengaku, sedang mencari orang yang bisa dipercaya dapat memasukkan anak
bungsunya menjadi PNS. Dengan modal Rp 150 juta, ia berharap bisa
memberikan pekerjaan sebagai PNS yang dinilanya memiliki masa depan
cerah bagi anaknya yang seorang sarjana hukum.
Menurut Sugiyono,
dari informasi yang ia dapat dari kerabat dan relasinya, uang sogokan
untuk menjadi PNS selalu naik setiap tahun. Sebelumnya, seorang rekannya
yang memasukkan anaknya menjadi PNS di sebuah kabupaten sekitar tiga
tahun silam, harus merogoh kocek Rp 100 juta. "Katanya harga pasarannya
sekarang bisa Rp 150 juta," imbuhnya.
Uang sama banyaknya juga
telah disiapkan Erik. Pria yang telah dua tahun lulus kuliah dan
menyandang gelar sarjana ekonomi akuntansi tersebut juga berani membayar
Rp 100 juta untuk mendapatkan kursi PNS dengan wilayah tugas yang
strategis. Warga Kota Metro ini tidak merasa rugi nantinya kehilangan
uang ratusan juta rupiah asal betul-betul bisa menjadi PNS. "Kalau ada
yang menjamin positif diterima, keluar uang segitu tidak rugi," katanya.
Bagi
Erik, uang sogokan tersebut tak ubahnya modal kerja atau investasi yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkan pekerjaan PNS. Bahkan, dibandingkan
dengan investasi usaha yang belum jelas kelancarannya dan berisiko
rugi, pilihan menyogok untuk menjadi PNS, bagi Erik, lebih memberikan
kepastian masa depan.
"Gaji PNS minimal Rp 2 juta per bulan,
setelah pensiun masih dapat gaji. Kalau kita buka usaha sendiri dengan
modal Rp 100 juta, mau usaha apa sekarang. Iya kalau sukses, kalau
bangkrut? Mending duitnya buat masuk PNS, kalau nanti mau usaha, tinggak
gadai SK buat modal," paparnya.
Erik mengaku telah mendapatkan
informasi dari kerabatnya, ada pejabat di Badan Kepegawaian Nasional
(BKN) yang bisa membantunya menjadi PNS dengan uang sogokan sekitar Rp
100 juta. Namun, ia tetap bakal memastikan informasi tersebut agar tidak
tertipu.
"Katanya orangnya minta uang muka dulu. Setelah
pengumuman dan diterima, baru sisanya disetor," katanya tanpa memerinci
besaran setoran uang muka.
Baca Lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar